Menu
Gudang Puisi

Sus S. Hardjono: MELATI BERDARAH


 Data Kumpulan Puisi

Judul Buku: Melati Berdarah
Penulis: Sus S. Hardjono
Penyunting: Sosiawan Leak
Penerbit: Forum Sastra Surakarta, Solo
Cetakan: I, 2012
Tebal: 113 halaman (111 puisi)
ISBN : 978-979-185-367-5

Melati Berdarah ini ditulis untuk menghimpun beberapa puisi yang tercecer dan belum sempat dibukukan. Buku ini menghimpun puisi Sus S. Hardjono di awal karir menulis puisi, yaitu awal tahun 1990-an sampai tahun 2000-an.

Beberapa pilihan puisi Sus S. Hardjono dalam Melati Berdarah

SAAT KABUT TURUN

Burung burung berkicauan
Senyum beberapa wanita
Yang membawa bakul di pundaknya

Simfoni desa yang melewati gunung
Musim menggugurkan kabut
Bunga bunga tebu menjulai
Saat batang batang pagi
Mulai datang

Perempuan yang menyimpan daya
Pada kaki kaki perkasa
Dan akar akar yang menambat di nadinya
Buat merebut cinta kasih

Walau bulan enggan turun
Padahal gelombang telah
Lama datang datang menjemputnya
Kembali

Apakah dunia semanis orchestra
Lagu romantik anak remaja

Sragen, 26 Mei 1992



MELATI BERDARAH

Mestinya kau tak di sini melati
Di kamar ini hanya ada sunyi
Tak ada yang perlu kau tunggu  di luar
Cuma ketukan pintu itu, kecuali
Maut!

Mengapa kau tak pergi ke Taman yang lain
Menyusuri taman taman abadi

Mestinya kau tak di sini, melatiku
Menganyam kesendirian demi kesendirian
Dibelenggu kesemuan
Mestinya kau mencabut akarmu ini
Biarkan di luar pagar

Tak hanya taman tempatmu, bukan?
Di luar benteng dan tembok pertapaan
Menghitung hari demi harimu
Kelopakmu bakal layu

Apa yang kau tunggu
Tangan pangeran memetikmu untuk vas bunga
Dan sekuntum melati akan menghuni sanggulmu
Kau tunggu bulan tapi kau kehilangan matahari
Mestinya tanganmu tak lagi berdarah
Dan tak harus berdarah saat memetik sekuntum
Melati? Bukan?

Sragen, 1998


UNTUK KEMBALI

Untuk kembali
Tidak hanya cukup berani

Barangkali tinggal kerinduan
Yang makin beku dalam darah

Jangan kita ulangi lagu yang sama
Simfoni pemuja dan pelupa
Karena setiap angin ada arahnya

Karena setiap tangan
Ada garisnya

Untuk kembali
Menyusun langkah dan taktik
Mungkinkah dapat memperpanjang waktu

Karena hidup adalah kalah dan menang
Dua dilemma yang harus dipilih

Sementara sudah banyak
Perjuangan yang tersia-siakan

Sragen, Pebruari 1996


RUMAH KITA

Demi rumah kita
Kita tinggalkan semua keindahan
Yang pernah ada
Meski dada lara menahan kehampaan

Demi rumah kita
Kita tepiskan segala peristiwa yang pernah
Terbingkai
… meski dada penuh reruntuhan bebatuan candi dan pura
Membongkar pasang rumah jiwa
Dan aku sunyi di dalamnya
Menunggu
Ketukan datang dan pulang!

Demi rumah kita
Di dalamnya bergantunggan jutaan embun
Di jantung kita
Senantiasa berdegup hari-hari kita

Bukan sekedar tempat singgah
Bagi haus dan lelah
Bukan sekedar tempat berbaring
Bagi sedih dan duka

Sragen, 1998


DI BERANDA

Entah sampai kapan
Dalam genggaman angin

Entah sampai kapan dapat bertahan
Dari hempasan gelombang

Angin makin membukit
Cinta menghumuskan kenangan
Menyuburkan rindu
Di tunas-tunas bunga di jamban

Tak kan bisa mengembalikanmu di sini
Di beranda dengan secangkir kopi
Sambil kau dengarkan cerecet ini
Di pagi hari

Entah sampai kapan
Ku dapat bertahan
Dengan kabut gurun
Memanggang derajat cintaku
Dalam bara rindu
Sambil menikmati jagung bakar di arang cintamu
Hangatkan dinding menyerbu di puncak MerapiMu

Sedang angin tak hendak melepaskanmu
Dari rumah jiwaku

Sragen, 2011


KUPU-KUPU

Ku kadang ingin sekali pergi ke luar…
Keluar jendela… sebentar atau lama
Tidak hanya ingin mencari udara segar
Kadang rinduku padamu
Bertunas
Lewat hembusan angin
Rindu ini tak pernah mati

Kadang aku ingin keluar… sebentar
Melihat warna daun
…sebab kupu-kupu yang kau bunuh
Di sudut matamu
Di masa lampau
Menyisakan perih

Kadang aku ingin keluar… sebentar atau lama
Dulu kau sangat khawatir aku tak kan kembali lagi
Tapi bagaimana mungkin
Kupu-kupu itu sudah tak bernyawa lagi

Kupu-kupu bisa saja mati
Tetapi tidak rindu ini

Bumi Sukowati, 2011


SEHABIS HUJAN

Senja ini tak ada geliat hujan
Namun entah mengapa
Membangunkan dingin yang bertahun-tahun kusembunyikan
Di lipatan-lipatan
Cinta musim ini dan masa silam
Kini, siapa yang telah membukanya

Senja ini tak ada geliat hujan
Dan saat itulah kau kembali ke Taman
Bermain lagi dengan kupu-kupu masa lalu
“Jangan pergi lagi,” pintamu
Aku menjadi betah di Taman ini
Melukis rembulan malam menuntaskan rinai hujan

Sehabis hujan beranda sepi tanpa kecipakmu
Segelas kopi panas kau biarkan
Mendingin di beranda depan
Entah di mana menyisakan genangan rindu di pot Taman
Melumuti sisa-sisa usia
Dan mengajak beranjak
“Masih kau rawat kenangan?” tanyamu

Senja di rinai hujan
Engkau kah menemaniku
Untuk pulang kembali ke rumah
Dengan hiasan gantungan angin keihklasan
“Kembalilah ke rumah sebenarnya rumah”
Jangan di luar
Masuklah
Senja sehabis hujan
Kuseduhkan kopi kental hitam sekental
Duka yang kau tinggal

Bumi Sukowati, 2011


BIODATA SUS S. HARDJONO
Susilaning Setyowati Hardjono  lahir  5 Nopember l969 di Sragen. Sejak 1990-an aktif menulis puisi, cerpen, geguritan dan novel (semasa masih menjadi mahasiswa), serta mempublikasikannya di berbagai media massa yang terbit di Yogyakarta dan Jawa Tengah. Puisinya  dimuat  di  Bernas, Kedaulatan Rakyat, Pelopor  Jogya, Merapi, Solo Pos, Joglo Semar, Suara  Merdeka, Wawasan,  Swadesi, Radar  Surabaya, Minggu Pagi, Cempaka Minggu Ini, dll. Sempat bergabung dalam Kelompok Teater Peron FKIP, juga aktif di majalah kampus. Mengelola RSS di Sragen , Jl, Raya Batu Jamus Km 8 Mojokerto Kedawung Sragen. Mengajar di MAN I Sragen Jl. Irian no 5 Nglorog Sragen. Buku Puisi Tunggalnya Melati Berdarah (Solo, 2012). Novelnya Sekar Jagat(Solo, 2016), Surga Yang Hilang (Tuas Media, 2017). Novelnya yang lain yaitu Orang-orang Karet, Orang-orang Kedungombo, dan Pengakuan Mendut.
HP 082 134 694 646. Email : susilaning87@yahoo.com. Fb Sus S. Hardjono dan Rumah Sastra Sragen

Buku antologinya  diantaranya :
1.Getar 2 (HP3N Batu Malang, 1993)
2.API (Mizan Bandung, 1997)
3.Kicau Kepodang 5 (Forum Sastra Surakarta, 1997)
4.Tamansari (FKY DKY Yogya, 1998),
5.Redi Lawu (TBS  Solo, 2008)
6.Sethong 2 (Taman Budaya Jawa Tengah, 2009)
7.Equator ( Yayasan Cempaka Kencana Yogyakarta, 2011)
8. Jantera  Perkasa (Solo, 1998)
9.  Satu Kata Istimewa (Yogya, 2012)
10 Nyanyian  Pedalaman
11.Sebab Cinta (Yogya, 2012)
12. Negeri Poci 4 (KKK Jakarta, 2013)
13. Titik 13 (Pekalongan, 2013)
14 DSMI (Sragen, 2012)
15.PMK (Solo, 2013)
16. Dari  Dam  Sengon  Ke  Jembatan  Panegel Gus  Dur  (Kudus, 2013)
17. Habis Gelap Terbitlah  Sajak (2013)
18. Lentera  Hati  (PBKS, 2013)
19. Dekap Aku  Kekasih  (2014)
20.Kartini  (Jakarta, 2012)
21. Saksi  Ibu  Reformasi (2014)
22. Tifa Nusantara (2013)
23. Profil  Perempuan  Pengarang  IndonesIa (KKK, Jakarta 2013)
24 Langkah Kita (Yogya , 2014)
25. Lumbung  Puisi Sastrawan  Indonesia  (2014)
26. Sastra  Pendhapa  15-Risalah Usia  Kata - (TBS, 2014)
27. Negeri  Langit  (Poci  5, KKK, 2014 Jakarta)
28. Pengantin  Langit (KSI, Jakarta, 2014)
29.Sang Peneroka (Gambang, Yogya, 2014)
30. PMK 4 (Solo, 2015)
31. Palagan Sastra (DSJ, Jakarta , 2016)
32. Memo Untuk Wakil Rakyat , (Solo, 2015)
33. Siraman Cinta (D3M Kail, Jakarta, 2015)
34. Membaca Kartini (Joebawi Jakarta, 2016)
35. Memo Anti Terorisme (Solo, 2016)
36. Tanjep Kayon (Bogor, 2016)
37. Gelombang Puisi Maritim (DKB Banten, 2016)
38. Petala ( D3M Kail Jakarta, 2016)
39. Puisi Sekarepmu (Yogya, 2015)
40.Jendela dari Koloni (Solo, 2015)
41. Lirik Firdausi (TB Jakarta, 2014)
42. Kata Cookies Pada Musim (Blitar, 2015)
43. Perempuan Menentang Korupsi (Solo, 2015)
44. Tifa Nusantara 2 (DKKT, 2015)
47. 1550 DPDL (Puisi Kopi Penyair Dunia, 2016)
48. Negeri Awan ( KKK, 2017 )
49. Perempuan Mengasah Kata (Solo, 2017)
50. Batik Si Jelita (KKK Jakarta, 2017)
51. Wanodya (Interlude Jogja, 2017)
52. PMK 6 (FSS Solo, 2017)


  Data Kumpulan Puisi Judul Buku: Melati Berdarah Penulis: Sus S. Hardjono Penyunting: Sosiawan Leak Penerbit: Forum Sastra Surakarta, Solo ...
Alam Semesta Senin, 04 September 2017
Gudang Puisi

Dedet Setiadi: LIRIK SEBATAS HUJAN


Data Kumpulan Puisi

Judul Buku: Lirik Sebatas Hujan
(Sajak-sajak Dedet Setiadi  Tahun 2012-2017)
Penulis: Dedet Setiadi
Penerbit : Tuas Media, Kalimantan Selatan
Cetakan: Pertama, Juli, 2017
Tebal: 208 halaman (198 puisi)
ISBN: 978-602-7514-45-4

Beberapa pilihan puisi Dedet Setiadi dalam Lirik Sebatas Hujan

MERPATI BALAP

dengan kokoh cucuk hitamku
aku merawat bulu yang berwarna megan mangsi

bacaanku kitab terbang
hafal jurus pacu lesat kepak sayap-sayapku

aku merapal ilmu
yang mengajarkan terbang bagai peluru

bulu penjawat adalah kekuatanku
mata mengkilat adalah pelisir tuju ke arah titik jatuhku

aku bukan petarung
tapi kemenangan adalah hidupku

sebab kekalahan adalah petaka
dan itu tidak kumau!

aku bertarung untuk silsilah telor
bukan medali atau piagam penghargaan

Magelang, 2012
*dimuat di Kedaulatan Rakyat, 30 Sept 2012



PELAJARAN RUMPUT

aku membaca rumput yang tak pernah bertengkar
berebut tanah demi sang akar

mereka menympan embun, melembabkan tanah
agar para cacing mengabadikan gembur

mereka kadang saling memilin, saling membelit
meminjam batang untuk mencapai ketinggian

mereka membiarkan belalang dan ulat pemangsa daun
mengerat tubuhnya mungkin demi sang alam

agar terdengar kerik siang dan malam
agar terlihat kupu kupu terbang di awang-awang

begitulah pelajaran rumput yang belum sempat dibukukan
tetapi sudah lama terbit sebagai jiwa yang lapang

Magelang , 2012
*dimuat di KR , 30 Sept 2012


SANGKAKALA

engkau menyembunyikan perih
dari luka jagat yang maha luas

engkau membuka pintu, kepadaku
agar masuk
dan membaca kembali kisah-kisah
kelahiran

sebuah kitab hidup
bersampul waktu!

namaku tergolek
pada jasad berdebu

pada sisa sisa ziarah
aku melukis sangkakala
leher jenjang
yang dipanggul malaikat
sang peniup!

siapapun
aku dan kalian yang pembaca
adalah para sangkakala

mungkin fals lengkingannya
mungkin indah dan merdu
saat ditiupnya!

Magelang, 2012
*dimuat di KR, 30 September 2012


KITAB LAUT

aku kini laut
yang harus belajar menjadi karang
meredam ombak
untuk tak pecah di tepi daratan

sahabatku sebatas ganggang
atau ikan-ikan
nyanyianku sebatas kapal
mengibas baling
untuk ke seberang
bahasaku sebatas kerang
penyu dan kura-kura

aku kini laut
yang harus melucuti gelombang
mengemas diam
untuk karam di kedalaman

mengabadikan bekam!

Magelang , 2012
*dimuat di KR , 30 sept 2012


TAK SEKADAR CAHAYA AIR

bentangan langit biru itu
terlanjur kuusung
untuk menampung jeritanmu, kekasih

jendela kastil tua
sudah rapat kututup – juga pintunya!
kita bersatu
melupakan musim gugur dan salju

kupagut jiwamu
sebagai sepasang kelopak waktu – saling mencengkeram
sama-sama tak ingin melepaskan

astaga!

diam-diam aku telah menjelma setetes embun biru
yang tersekap nyaman di pangkal hatimu
abadi menancapkan semesta baru

kita pun sama-sama menangkupkan kelopak waktu
menyempurnakan beku
dari sisa-sisa luapan cumbu

Magelang, 2012


DI KAKI BUKIT HUKA

bukan dongeng atau legenda
air mata itu sudah berabad-abad menjelma telaga

matahari, bulan dan bintang-bintang
terhisap di sana

menyingkir dari musim gugur
yang akan tiba

dari pohon tua
daun jatuh mengapung serupa kapal nuh
pengangkut sepasang ruh

dan langit tidak runtuh

di tebing senja
tiba-tiba aku melihat tubuhku
dipinjam seorang dewa

berjalan berkeliling telaga, mengukir cakrawala
yang sempat tertunda

Magelang, 2013


DAUN TANGGAL

terkulai di sungai waktu
daun tubuh berlayar ke muara

tak ada siapa siapa
meski sekadar doa

mengapung kelam
tak siang tak malam

seperti ukiran hujan
jatuh menimbun kenangan

seusai melintas tikungan
terdengar gaung kematian

Magelang , 2013
*dimuat di Merapi Mingu , 15 Juni 2014


PERAHU DI LANGIT

hanya laila yang bisa berlayar di lautan bintang
sebab majnun sudah jadi perahunya
terbang dan berenang tak lagi ada beda
di langit hanya laila
begitulah ketika takdir menulis kata-kata
sulit sekali untuk dibaca

jika laila adalah cahaya
maka majnun yang ambyar dalam silaunya
segalanya milik laila
bahkan qais pun tak lagi memiliki dirinya
laila
majnun
kisah cinta
yang tak usai ribuan tahun
tersimpan di langit jauh
tak tersentuh

Magelang, 2014
*dimuat di KR, 25 Mei 2014


DI PULAU CHAIRIL

gadis yang iseng sendiri itu
diam-diam singgah dalam sajakku
mengetik huruf-huruf dari tubuhku
sebagai cinta yang jauh
ia mengayuh perahu
mengusung waktu
dari kartu nama yang terjatuh
aku tahu ia bernama, farah
lahir di sebuah kota
di timur tengah
dari bibir pulau
ia menjelajah samudera
menetap di pulau chairil
yang jauh dan terpencil
pikirannya menjelma sebuah kampong
tanpa jembatan penghubung

Magelang, 2014
*dimuat di KR, 25 Mei 2014


LIRIK SEBATAS HUJAN

jejak percakapan
seperti daun lepas dahan

terkulai di tanah

saat gerimis tak secantik puisi
di selembar pagi
matahari
merobek bayang sendiri

di ujung halaman
terdengar runtuhan dahan
menjelma lagu panjang

gagap dinyanyikan

Magelang, 2013


DI SEBUAH SITUS

geriap ombak banyu
sungai tinalah
menggelundungkan batu batu
dan sejarah
orang orang melarung luka
tiga tetes darah disadap
dari ujung bunga
bunga yang bertangkai tuah

Magelang, 17-2-2015
*dimuat di Merapi, 13 September 2015


SITUS GUA MUNYUK

memandang pintu
gua munyuk
kutemukan rajah waktu yang
mencakari tubuhku
aroma dupa
dan pancuran mantra
melebur hidupku
jadi remukan
laku dewa

Magelang, 17-2-2015
*dimuat di Koran Merapi, 13 September 2015


TENTANG DEDET SETIADI
Dedet Setiadi lahir di Magelang, 12 Juli 1963. Mulai aktif menulis tahun 1982, berupa puisi, cerpen dan juga esai. Tulisan-tulisannya, pada tahun1980-2000 banyak di publikasikan di berbagai media massa seperti: Suara Pembaruan, Suara Karya, Pikiran Rakyat, Berita Buana, Bali Post, Mutiara, Bernas, kedaulatan Rakyat dan lain sebagainya. Tahun 1987 diundang dalam temu penyair Indonesia ’87 di TIM Jakarta. Tahun 1990, satu puisinya Suluk Bermain Kartu, terpilih sebagai salah satu puisi terbaik versi Sanggar Minum Kopi, Bali. Dan Abdul Hadi WM menyebut puisi Dedet Setiadi  sebagai puisi futuristic.
Antologi yang memuat karya-karyanya antara lain: Puisi Indonesia 87 (DKJ,  1987), Konstruksi Roh (UNS 1984, Solo), Vibrasi Tiga Penyair (Tiwikrama, 1996), Jentera Perkasa (Forum Sastera Surakarta-TBJT, 1998), Rekonstruksi Jejak (TBJT, 2011), Equator (Yayasan Cempaka Kencana Yogyakarta, 2011), Requim bagi Rocker(Taman Budaya Jawa Tengah–Forum Sastera Surakarta, 2012), Antologi Penyair Indonesia dari Negeri Poci 4 Negeri Abal-Abal(KKK, Jakarta, Februari 2013),  Antologi 127 Penyair: dari Sragen Memandang Indonesia (FSS, 2013), dll. Puisi tunggalnya termuat dalam Gembok Sang Kala(Solo, 2012), Pengakuan Adam di Bukit Huka ( Teras Budaya Jakarta ,2015), dan lain-lain.
Sejak tahun 2000, tidak pernah lagi mempublikasi karya-karyanya, karena waktunya lebih banyak tersita untuk menafkahi keluarganya dengan bekerja di sebuah perusahaan kontraktor swasta, pindah dari kota yang satu ke kota lain, sealur dengan lokasi pekerjaan. Belakangan mulai suntuk lagi menggeluti dunia tulis-menulis, dan mengaduk-kumpulkan puisi yang tercecer tak rapi diarsipkan. Saat ini tinggal di sebuah pelosok dusun di daerah Muntilan, bersama istri dan tiga anaknya.
 HP: 081328605589 Email: dedet setiadi63@yahoo.co.id


Catatan Lain
Lirik Sebatas Hujan, Buku terbaru penyair kelahiran Magelang, 1963, diambil dari salah satu judul puisi yang ada dalam buku ini. Buku ini merupakan kumpulan dari karya-karya yang ditulisnya sepanjang tahun 2012 sampai tahun 2017. Dan puisi puisinya ini dikumpulkan dari karya-karya yang tercecer di berbagai koran misalnya di Merapi, Kedaulatan Rakyat, Media Indonesia, dll.



Kontributor : Sus S. Hardjono (Rumah Sastra Sragen—RSS)

Data Kumpulan Puisi Judul Buku: Lirik Sebatas Hujan (Sajak-sajak Dedet Setiadi  Tahun 2012-2017) Penulis: Dedet Setiadi Penerbit : Tuas Medi...
Alam Semesta

Follow Me