Menu
Gudang Puisi

Tariganu: MENGHADAP MATAHARI


Data buku kumpulan puisi

Judul : Menghadap Matahari, sajak sajak 1981
Penulis : Tariganu
Cetakan : I, November 1982
Penerbit : Yayasan Bengkel Seni 78, Jakarta.
Tebal : 44 halaman (37 puisi)
Gambar kulit dan illustrasi : Delsy Sjamsumar

Beberapa pilihan puisi Tariganu dalam Menghadap Matahari

MENGHADAP MATAHARI

Lekuk-lekuk jalan tanah impian
Liuk-liuk tulisan meracun hakiki
Santuk-santuk galungan ganggu timbangan
Jeluk-jeluk pikiran kuperangi

Mari kemari banting kemudi
Berdiri tegak di tanah pertiwi!

Angguk-angguk kepala bukan kepribadian
Berguk-berguk kembali kutempelengi
Benguk-benguk duduk musuh pembangunan
Langguk-langguk tinggi diri apa lagi.

Mari kemari banting kemudi
Ikut aku menghadap matahari!



KESERASIAN

Keserasian menabuh dalam rasian serasi
Menanggap retak dalam mimpi mimpi
Keserasian berimbuh dalam toleransi
Disemai ditumbuh di seluruh negeri.

Keserasian bersimpuh di Bimasakti
Dalam gaya bergerak tiada henti
Keserasian mengguruh di dalam diri
Seluruh nadi menembang gesuri.


PESAN

Kepadamu aku tak kan bicara tentang baik buruk
seperti setiap kali teman teman datang
ke pondok kita kau suguhkan kopi Sidikalang
dan “aduhai” meloncat dari mulut mereka
: harum kopi melebihi Robusta Arabica
Maka setiap kata dalam sajakku sudah kutimbangtimang
yang tercermat tepat kupahatkan untukmu.

Di balik kabut remang si lumang
kau kan lihat wujudku kuat mencuat
Dadaku yang lapang, bahuku yang kekar
mengayun tanganku menggemulai
menarikan tumbuk-lada kata, sembari mataku main
bagai mata Bagong mengawasi jemari anak penari
Terang benderang Perhitungan & Pemikiran.

Mengatas segala kau kan lihat di celah celah kalimat
Aku ku tegak bertanggung jawab kepada tanah air
bangsa dan diri sendiri dengan mandi Cahya
menggaul Suasana. Dan kini tiba saat kusampai pesan:
Bekerjalah lebih keras, belajarlah lebih banyak.


SEBUAH SAJAK PANJANG

Bagai sungai Lahai mengalir bagai sungai Tiwai milir
Taboyan di hulu tingkahan riam menyapa sungkai sungkai
di sepanjang pesisir membelai dusun dusun, kampung kampung
menuju muara Montalat menyatu dengan Witu;
Bagai sungai Barito mengalir menyampai salam semilir
kepada batang batang, lanting lanting dan pos pos cukai
bermula dari Hulu yang tak pernah kujangkau
membelah kota kecamatan Puruk Cahu yang landai
tanah gunung Muara Tewe yang halai balai, Buntok yang montok
Marabahan yang risihan sampai Banjar yang masin
menerima penggabungan Martapura mengalir, dan mengalir
terus ke ambang muara, ke laut menyatu gelombang.
Demikian sebuah sajak panjang berdesir mengalir
berkelir-kelir menari mentas ke atas kertas. Tak kutebas!


SEBUAH SAJAK KECIL

Sebelum ia menari di depanmu
Berpuluh malah beratus kali sudah
Kusobek ia berulang kusalin kembali.


SALAM PAGI

Kau berjalan kaki melintas alam, melintas rawa
melintas ngarai dan lembah, sungai dan gunung
kaki-kakiMu telanjang mencium menghidung Bumi
Bumi menengadah merasakan lembut telapak
dalam setengah mengantuk mengerling Matahari
Matahari tersenyum menyampaikan salam pagi:

beri kesempatan kepada mereka pejalan kaki
karena melalui telapaknyalah Rohmu
menjadi mesra safi arifi
tubuhmu akan melayang bersamaKu tanpa berpijak
di Bumi; kaku membeku bersama Bumi tanpa Aku
sirkulasi arus Gaib ini misteri dibalik Misteri.


DATANG KAU

datang kau datang kau datanglah kau
wahai junjungan tempat pujiku datang
datang kau datang kau datanglah kau
wahai junjungan tempat sembahku datang
sembahku sembah sembah sepuluh jari
sembahku sembah sembah seputih melati
sembahku sembah sembah seharum pertiwi
datang kau datang kau datanglah kau
wahai junjungan ayunan manjaku datang
datang kau datang kau datanglah kau
wahai junjungan tumpuan rinduku datang
manjaku manja semanja kukang datang
rinduku rindu serindu dendam datang
datang kau datang kau datanglah kau
wahai tanah malai malai tanah datang
tanggunganelang elangtanggungan datang
datang kau datang kau datanglah kau
datang kau datang kau datanglah kau
wahai kerakyatan rakyat datanglah kau
pembaharuan baru datang datanglah kau
“Stoooooop !!!!!! Cium pipiku !!!!”


MABUK AKU…..

Mengandika lara tuak tua melunjak duka
di gelas sunyi. Mengandika kesentosaan
maha sempurna sirna di tengah pembangunan
kini menggelepar cemar. Si ngiang-ngiang
rimba mempercepat ucap selamat jalan.

Nanarlah senja berputar berganti tikar
malam mengepak sayap melacak kelam
Bersahabat cinta, lapar dan derita
geram ulah memeranginya. Si miang-miang
tumbuh menjamur di pasungleherku.

Menggejolak tanah dan air bangkit berombak
diseling tari tari ayan merindu madu di gua
Kunyanyikan garuda, sejarah dan angkasa
ketilang, murai cicarua menggigil di sarangnya
Akanan memukau kucarikan kalung doa.

Menembus mega sebelum tiba di putus asa
Kau an aku mengerling tanah tumpah darah
dari atas sana penuh cinta penuh cerita
penuh amanat. Si riang-riang tuak tua
membentang layar kendi mengembali semangat.


HEBAT KAU

Kau tumbuhkan panitia setelah raker raker
Kau adakan team team setelah rapim rapim
Lupa ketuyung* santapan lezat pencegah kanker
Menyembunyikan diri dari tanggung jawab
kekhawatiran rasa resah dan kekecewaan
Lupa kerja keras adalah istirahat sesungguhnya
melepas lelah kerja keras sebelumnya, dan
menyerahkan segala kecemasan kepadaNya.
Maka dini aku datang berdiri di hadapanmu
mengusir alpalupa mengetuk pintu hatimu:

Kau hebat maka hebat kau    hebathebathebathebat

Hanya orang yang hebat arif dan bijaksana
berdiri bagai kelabang mengendali diri
Menelusuri alur mawas diri setiap hari
membentang layar menjelajah Galaksi
mengayun pedang jenawi kata sampai ke hakiki.

Kau hebat maka hebat kau    hebathebathebathebat

Hanya orang yang hebat arif dan bijaksana
beraksara kura menuju keselarasan sempurna
Mengenal baik dan buruk berdiri dan duduk
kedondong menggiur liur perempuan ngidam
condong ke kanan ke kiri merusak keseimbangan
Angkara murka mengacaubalau keselarasan
menyarung pedang jenawi kata tanprana tansuara

Kau  hebat  maka  hebat  kau   hebathebathebathebat
Kau  hebat  maka  hebat  kau   hebathebathebathebat

*ketuyung = sejenis siput laut juga disebut kol nenek


KALAU MAU MUDA KEMBALI

Kalau mau muda kembali
Kembangkan layar tarungi gelombang
Datang kemari.

Kalau mau muda kembali
Tinggalkan kamar siul berdendang
Cipoki pagi.

Kalau mau muda kembali
Pergi ke pantai turun berenang
Melindang birahi.

Kalau mau muda kembali
Dada bidang hati cindang
Seimbang emosi.

Kalau mau muda kembali
Langkah gayang mesti dibuang
Sandang pertiwi.

Kalau mau muda kembali
Tak perduli siapa jauhi kimbang
Kendalikan diri.

Kalau mau muda kembali
Lalu landang pribadi cerlang
Kundang pertiwi

Kalau mau muda kembali
Kembangkan layar tarungi gelombang
datang kemari.


PERANG IRAN IRAK BAGI DUNIA KETIGA

Tebu manis sudah di keba*
Mengapa petir bersaung adu
Merebut buah si mala kama?

*keba = rangsel, terbuat dari rotan.


SIR

cengar  cengir


RIMBA KATA

Ada waktunya hantu jenggala tiba
menggoda menawarkan kata merimba
Kuberi ia gunting belalang
                        sambar elang
dua jurus berkelebat cepat
Dan ia menghilang ke umangumang.*

Umang= sejenis mahluk halus berwujud kabut
                (dalam cerita rakyat Karo)


MINGGAT

Rambutmu ikal terbang bergerai
Menyapu wajahmu lembut kemelut
Menggelugut tubuhku mengejar ke pantai.

Gemulai langkahmu memburai duka
Memancar luka melemah langlai
Aku berandai kau membena baka.

Mengapa langkahmu semakin lengai
(kusapa tidak kusapa tidak kusapa tidak
kutangguh sapa tidak kusapa) tiba-tiba
Kau hadap gelombang mengilai…..

Wahai rangkai kasihku apa salahku
Bersajak tak perlu cinta kerapai
Dan kau pergi ingin jauh dariku.

Maafkan daku menotokmu terkelampai
Karena cinta membuai tingkah kolokan
Kupapah kau harus laklakan sangsai

Bangun manis rangkai kasihku
            kubuatkan kau mahligai
Kita akan tuan di rumah sendiri
            sejahtera dan anggun
Dalam kerja dan cinta nusa nusa
            indah-indah kita belai.

Rambutmu ikal terbang bergerai
Menyapu wajahmu kemelut melembut
Tersenyum aku memapahmu dari pantai.


‘Sajak Pembukaan’

Seribu memikiri ku ribak retak
Satu aku Kau ingatkan telak
Seribu lingar mengharap ku nanar
Satu aku Kau mekarkan segar


Tentang Tariganu
Tariganu lahir 9 Oktober 1938. Tahun 60-an puisinya muncul di majalah Sastra yang dikomandoi H.B. Jassin. Selesai studi fakultas Sastra UI (1965) ia menggeluti dunia bisnis. Pernah mengelola beberapa perusahaan crumb rubber seperti PT Hevea Kalimantan, kuasa usaha PT Angkasa Raya Jambi, direktur PT Insan Bonafide dan terakhir sebagai direktur PT Pembangunan & Industri Yakin Maju Jaya. (Biodata penyair ada di sampul belakang buku dan di bawahnya tertulis Jumri Obeng, BMF Berita Minggu). Menghadap Matahari (1982) mungkin kumpulan puisinya yang pertama.


Catatan Lain
Ada 36 ilustrasi (vignette) di dalam buku ini, dan itulah yang dipuji Hajri sebagai sekelas anak ISI. Daftar isi ada di halaman belakang (hlm. 44).

Data buku kumpulan puisi Judul : Menghadap Matahari, sajak sajak 1981 Penulis : Tariganu Cetakan : I, November 1982 Penerbit : Yayasan Bengk...
Alam Semesta Jumat, 08 Desember 2017
Gudang Puisi

Ulfatin Ch: NYANYIAN ALAMANDA


Data buku kumpulan puisi

Judul : Nyanyian Alamanda
Penulis : Ulfatin Ch
Cetakan : I, Oktober 2003
Penerbit : Bentang Budaya, Yogyakarta.
Tebal : xvi + 102 halaman (99 puisi)
ISBN : 979-3062-73-8
Perancang sampul : Buldanul Khuri
Gambar Sampul : Yunizar
Pemeriksa Aksara : Yayan R. Harari
Penata Aksara : Ari Y.A.
Pengantar : Taufiq Ismail

Beberapa pilihan puisi Ulfatin Ch dalam Nyanyian Alamanda

Aku Kota Sunyi

Karena dilahirkan sebagai perempuan
aku memilih sendiri
dan mencangkul kota sunyi para nabi.
Rumah tanpa pintu
yang berlumut malam
menyeruak bagai batu bata
yang hilang laburnya.
Namun, kini aku tak sendiri
anak anak yang lahir dari bumi
mengibas mantra
membuka beton dan dinding kelam
hingga tampak mutiara
yang menjunjung martabat
ke langit cahaya paling tinggi.
Karena di lahirkan sebagai perempuan
aku kota sunyi
yang dibalut rantai purba
dan kini tak tampak lagi

1999



Sebab Aku Kehilangan

Sebab aku kehilangan pagi
engkau mencaciku bagai burung
mencaci langit.
Dan cuaca seperti mencakar bahu
suara angin bagai tiupan nafiri

Sebab aku kehilangan pagi
dinding gelap
jam mematuk-matuk dirinya
hingga pecah.
Seperti perahu Nuh
berlayar tak sampai-sampai

1997


Di Taman X

Seperti tahun lalu
aku ingin berjalan ke arah selatan
menyusuri taman
dimana bunga-bunga menghias jalan
menggoyang suara angin
aku berdiri menatapnya.
10 tahun yang lalu
sebelum matahari meninggi
aku datang menyaksikan kupu-kupu
dan capung berkejaran
menyaksikan taman dengan bunga
menggelantung seperti air terjun.
Kemudian aku pergi
hingga suatu hari
aku melihat bangunan-bangunan kaca
yang menutup taman
yang menenggelamkan bunga.
Sementara orang-orang berteriak
bunga!

1997


Dua Sajak Burung

1
Seekor burung telah jauh
menerbangkan pikiranku.
Aku sendiri
di sini
dalam tempayan kecil
yang dibakar nyala api

2
Dan begitulah
burung-burung pergi
tanpa sayap.
Perempuan-perempuan
pengantar minum
dalam gelap.
Sementara angin
hanya berkisar
di pusaran senyap

2000


Aku Ingin Hanya Dengan Puisi

Sejak kita tahu
malam bukan sahabat
kita pun ingin ke pantai
menemukan pasir dan gelombang
yang tak pernah kembali
pada lautnya.
Sementara camar terus mengintai
isi perut
dan berhenti di awang
sebagai bintang

Sejak kita tahu
bulan hanya singgah semalam
kita pun tak ingin menunggu
dalam dingin angin malam.
Hujan biarkan sendiri

Sejak kita tahu
sepucuk surat dan kata-kata
hanyalah angin
yang tak pernah sampai,
sajak-sajak gugur
dalam ngungun matahari
dan kita pun telah terpisah
sejak lama
aku ingin hanya dengan puisi

2000


Aku Mendaki

Aku mendaki tak sampai-sampai
seperti ketam merangkak
tak sampai pantai.
Di jendela yang terlihat
cuma angin
tak seperti bayangku pada pelangi

Aku mendaki tak sampai
dzikirku melambai
menaiki bukit dan lembah terbakar
asapnya mengeras di lembar
sajadah tak sampai

2000


Di Rumah Kerang
                -Mathori

Sedang apa kau. Mencari apa
diam di rumah kerang
berlutut dan bertasbih malam

Pergi. Cambuklah puisi
sekalipun dalam kolam yang kering

Kalaulah ia mutiara
akan tampak juga nantinya.
Atau kau ingin kembali
sebagai pengembara dan bermimpi

2002


Pohon Paku

Melihat pohon paku
aku teringat ibu.
Ada yang terasa haru
kala menatapnya.
Pada daunnya yang ramping
atau pada ibuku yang setia

2001


Bunga Sipres

Bunga Sipres jatuh
keluhnya terdengar di pangkuan jauh.
Dan engkau menyaksikan dari benua lain
yang tak pernah kaubayangkan:
Sebuah perjumpaan yang menjelma telaga
di dalam tidurmu

2001


Sajak Berbingkai
                Ayah

Untukmu kutulis sajak
berbingkai daun dan bunga.
Di atas meja kutempatkan ia
agar dapat kaupandang
saat datang bulan bercahaya.
Kau tahu. Betapa rindu
anak-anak pada mega
yang seakan memberi kedamaian
meski angin sentiasa kencang
menampar.
Betapa rindu cinta
pada lenggok samudera
meski kelak membadai juga
dan anak-anak yang lahir
dari keramahan
akan menjelma mutiara
menjelma di dada

1999


Mencemaskan Matahari

Mestinya tak kucemaskan matahari
yang diam-diam mengait malam.
Sebab Engkau masih di sini
dalam genangan rindu, Subuh
berlalu.
Dengan jendela terbuka
kutatap Engkau, kekasih
hingga pucat rautku
membelah mimpi.
Haruskah kupeluk lebih lama lagi
sedang kita terasa
tak berjarak sudah.
dan air mata yang mengalir
dalam sajadah
kubiarkan menjadi sungai
menjadi muara

1999


Jangan Katakan Hari Gelap

Jangan katakan hari ini gelap
sebab matahari telah menjanjikan terang
padaku. Butir-butir embun yang bagai mutiara
menggelantung di leher mawar
juga telah kupinang ke dalam jiwa.
Akankah tetap engkau jadikan ia air mata.
Jejak perjalanan malam
biarlah dihembus badai.
Kita lewatkan sungai, batu-batu
dan gelombang.
Kita lepaskan jangkar, perahu
dan anak-anak yang hendak dewasa.
Kita mesti meninggalkan pongah
yang dimiliki rumput dan benalu.

1997


Dialog Embun

Jangan katakan hari akan gelap
sebab matahari menjanjikan terang
padaku. Butir-butir embun menggelantung
bagai mutiara di leher mawar
juga telah kupinang ke dalam jiwa.
Haruskah ia kaujadikan air mata.
Jejak malam biarlah
menjadi bola yang terlempar
atau buih yang menghempas gelombang
Kita lewatkan sungai berbatu
kita lepaskan jangkar perahu
dan kita mesti tinggalkan pongah
milik rumput dan benalu

2000


Hujan Siang

Hujan siang
memanah jendela di mataku.
Pada bibir dan tangan
kulihat bayangmu menyala
seperti kilat.
Angin kali mengisi bangku-bangku
dengan kisah air mata.
Dan dari persembunyian yang jauh
kulihat bunga dimainkan cuaca.
Dan kecipak katak melambai
di atas kolam
bagai meyiratkan padamu;
jangan masuk!

2000


Nyanyian Alamanda

Alamanda di taman menjuntai.
Kami menyaksikan dari jendela
di balik korden terlepas.
Tak ada cahaya seperi kilat hujan saat itu.
Kami tak punya waktu bercanda
Semua berakhir dalam lelap, dalam bising
genderang jathilan yang menderu
serta tarian alamanda

Taman dan alamanda
menyatu
bagai angin dan topan
dan hidup kami
seperti tak terpisahkan
dari sunyi

2000


Catatan Kecil Reformasi I

Jalanan sepi. Angin pun mlengos
terbentur batu-batu.
Kami berjalan berpapasan kereta manusia
yang pulang dan pergi, menghilang
dalam kelokan entah. Seperti peluit samar
terkantuk malam bersapa hujan

Jalanan sepi
mungkin suara sepatu itu
yang menggaduhkan
dan asap pembakaran siang tadi.
Jalanan sepi. Siapa lagi
terkapar hari ini

2000


Catatan Kecil Reformasi II

Barangkali mereka para pemburu
yang biasa ke luar masuk hutan
dan pergi membawa senapan.
Barangkali gerimis kecil pagi hari
yang mengajak mereka turun ke jalan
memasuki rumah mewah dan toko
swalayan yang selama ini membikin buta
matanya.
Jangan bilang mereka senang
air matanya pun mengalir
memenuhi sungai negeri ini.
Jangan bilang mereka senang
karena darah pun menghitam
melukai setiap pori-pori kulitnya.
Barangkali mereka tak sempat bicara padamu
tapi peluru yang menembus jantungnya
telah bicara padamu

2000


Duka Legian
                Sindu Putra

Mungkin kau menyaksikan bunga api
dari percikan amunisi yang sengaja ditanam
pada peludah. Agar mudah dicari
kambing yang menyusup di dalam semak.
Mungkin kau mencium anyir bunga merah
yang terbakar di dada busung penuh luka.
Seperti dalam legenda
Bunga api besar membakar kotamu
Ah. mungkin kau entah berada di mana
di dalam meditasimu
yang menyaksikan bunga-bunga kamboja
menukik dari angkasa bagai bunga api
di masa kecilku.
Atau mungkin kau tengah bermimpi
menuang anggur di café Legian
dan mencoba membayangkan sebuah danau
yang ternyata air mata di Kuta
aku turut berduka

2002


Serupa Embun

Bintang-bintang tak menyatukan kami
pada sekuntum bunga pagi hari.
Serupa embun, vas bunga itu pun
hanya menyimpan perasaan kami
yang patah

2000


Tentang Ulfatin Ch
Ulfatin Ch lahir di Pati, Jawa Tengah, pada 1967. Studi di IAIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta. Aktif di Teater Eska, kala itu. Puisinya tersebar di berbagai media massa dan lebih dari 20 antologi puisi bersama. Seorang ibu rumah tangga. Kumpulan Puisinya: Konser Sunyi (1993), Selembar Daun Jati (1996) dan Nyanyian Alamanda (2003).


Catatan Lain

Taufiq Ismail menulis pengantar berjudul “Penyair yang Tak Habis Merumuskan Sunyi”, di halaman v-xii. Kata Taufik; “Baris puisi Ulfatin pendek-pendek, lariknya pun tak banyak-banyak. Dia tak bercerita panjang, dan karena itu kata-katanya sedikit. Dia memilih diksi dengan teliti. Yang disampaikannya adalah kilasan-kilasan perasaan alit yang dicatatnya dengan cermat.” (hlm. 5). Begitu.

Data buku kumpulan puisi Judul : Nyanyian Alamanda Penulis : Ulfatin Ch Cetakan : I, Oktober 2003 Penerbit : Bentang Budaya, Yogyakarta. Teb...
Alam Semesta

Follow Me